BANDUNGAN, BUSERJATIM.COM GROUP – Kemunculan narasi baru di sejumlah media daring lokal yang menyebut pemilik Karaoke Paradise Bandungan, Slamet Iba Wancaya alias Ibo, sebagai korban jebakan dua oknum wartawan, kembali memicu perdebatan di tengah proses hukum dugaan penistaan agama dan pelecehan terhadap peringatan Hari Santri Nasional. Kasus tersebut kini tengah ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah.
Sejumlah pihak menilai, kemunculan narasi “Ibo dijebak” bisa menjadi bentuk manuver komunikasi untuk mengalihkan perhatian publik dari inti persoalan yang semula memantik kemarahan masyarakat.
Kasus ini bermula dari video berdurasi 58 detik yang viral di media sosial. Dalam rekaman tersebut terlihat perdebatan antara Ibo dengan dua pria yang disebut sebagai wartawan di area parkir Karaoke Paradise, Bandungan.
Salah satu pria dalam video terdengar mengingatkan agar Ibo tidak membawa-bawa unsur agama dalam perdebatan. Namun, Ibo kemudian menepuk dada sambil mengucapkan kalimat “ora nantang tapi wani”, yang memicu reaksi keras dari masyarakat.
Tak lama setelah video itu menyebar luas, laporan resmi terkait dugaan penistaan agama dilayangkan ke Ditreskrimum Polda Jawa Tengah pada Senin (28/10/2025).
Namun, di tengah proses hukum yang masih berjalan, muncul pemberitaan dari beberapa media lokal yang menampilkan sudut pandang berbeda. Dalam narasi tersebut, Ibo justru digambarkan sebagai korban jebakan dan pemerasan oleh dua orang yang disebut mengaku wartawan.
Narasi ini pun memunculkan pro dan kontra di publik. Sejumlah pengamat media di Semarang menilai, framing semacam itu bisa mengaburkan substansi perkara yang sedang ditangani kepolisian.
“Kita perlu berhati-hati terhadap narasi pengalihan seperti ini. Publik bisa digiring untuk melupakan pokok persoalan yang sebenarnya tengah diproses secara hukum,”
ujar seorang pengamat komunikasi publik di Semarang, Rabu (29/10/2025).
Sementara itu, pihak yang disebut sebagai “oknum wartawan” melalui kuasa hukumnya membantah keras tuduhan pemerasan. Mereka menilai tuduhan itu tidak berdasar dan merupakan bentuk pembelaan diri untuk menggiring simpati publik kepada Ibo.
“Tidak ada pemerasan. Semua tuduhan itu mengada-ada dan kami siap membuktikannya secara hukum,”
tegas kuasa hukum dua pria tersebut saat dikonfirmasi terpisah.
Beberapa tokoh masyarakat Bandungan turut angkat bicara dan meminta agar aparat penegak hukum tetap fokus pada substansi utama, yakni dugaan ucapan yang menyinggung nilai keagamaan.
“Yang dipermasalahkan masyarakat bukan soal jebakan, tetapi ucapan yang menyinggung nilai keagamaan. Itu yang harus dituntaskan secara hukum,”
ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Selain itu, organisasi keagamaan di Kabupaten Semarang juga mendesak agar penegakan hukum dilakukan secara profesional, transparan, dan bebas intervensi opini publik.
Kasus ini kini menjadi sorotan nasional, karena menyentuh isu sensitif antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap nilai keagamaan.
Kemunculan narasi tandingan “Ibo dijebak” dikhawatirkan justru memperkeruh suasana dan merusak kepercayaan publik terhadap integritas media serta proses hukum.
Masyarakat kini menanti sikap tegas aparat kepolisian dan klarifikasi objektif dari seluruh pihak terkait, agar kasus ini tidak bergeser menjadi perang opini yang berpotensi menyesatkan publik.
(Red/Team)
















